Facebook SDK

Ditinjau dari sumbernya, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham yaitu:
(1) jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
(2) laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen
(3) jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revaluasi aset visis tertentu
(4) jumlah rupiah donasi dari pihak nonpemegang saham
(5) sumber lainnya

Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar Laba-Rugi (income summary). Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal modal pemegang saham yang sah. Seperti juga modal setoran, laba ditahan menunjukkan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas aset, laba ditahan harus digabungkan (ditambahkan) dengan modal setoran.


Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlahnya akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Sementara itu, laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.

Segala perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan produktif (for productive effect) harus dibedakan dengan perubahan aset dalam rangka pemerolehan dana (for financial effect.). Untuk selanjutnnya, perubahan yang pertama disebut perubahan karena transaksi operasi sedangkan yang kedua transaksi modal. Pembedaan ini menjadi landasan utama penyajian statemen laba-rugi komprehensif.

MODAL YURIDIS

Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus mempunyai nilali nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis (legal capital).

Ada juga aturan yang menetapkan bahwa saham tidak dapat dijual di bawah nilai tertentu yang menjadi batas nilai yuridis sehingga tidak dikenal adanya diakun modal saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus diungkapkan dalam pelaporan keuangan.

BESARNYA MODAL YURIDIS

Dalam hal saham bernilai nominal (par stock), modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal saham menunjuk jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan  nilai nimonal per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut.

Modal saham ini juga merupakan batas tanggung jawab pemegang saham dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya, dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian kekayaan atas dasar modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). Sebaliknya, dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh utang perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari modal saham atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham bertindak sebagai direksi.

MODAL SETORAN LAIN

Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat unuk pemerataan distribusi pemilikan daripada untuk menunjukkan nilai saham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanpa nilai nominal (no par stock). Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual di bawah harga nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan harga pasar saham.

Namun penerbitan saham tanpa nilai nominal ini dapat menimbulkan persoalan khususnya dalam hal perusahaaan dilikuidasi karena akan sulit untuk menentukan dasar pembagian kekayaan perusahaan. Selain itu, perlindungan bagi kreditor menjadi tidak jelas karena seakan-akan tidak ada batas jumlah rupiah yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan likuidasi modal. Saham tanpa nilai nominal juga dijual dengan harga yang sangat rendah semata-mata untuk tujuan penggeseran pemilikan atau mempengaruhi harga saham. Oleh karena itu, beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa perseroan (dewan direksi) menyatakan nilai saham minimum yang disebut nilai nyataan (stated value). Saham tidak dapat diterbitkan kalau dijual dengan harga dibawah nilai nyataan ini. Nilai nyataan akan berfungsi sebagai modal yuridis.

Modal yuridis dapat diubah sewaktu-waktu tanpa harus menerbitkan saham baru. Modal yuridis juga dapat berubah akibat transfer antar sumber dana sehingga terkadang sulit untuk menentukan berapakah modal yuridis perusahaan yang sebenarnya sebagai informasi kepada pihak yang berkepentingan. Pengungkapan modal yuridis tidak diperlukan kecuali untuk perusahaan yang baru berdiri. Dalam perusahaan besar yang labanya berkembang, modal yuridis biasanya merupakan sebagian kecil dari total ekuitas pemegang saham. Dalam keadaan seperti ini, jumlah rupiah dividen tahun berjalan dan masa mendatang tidak akan bergantung pada jumlah modal yuridis. Justru seluruh modal pemegang saham (termasuk laba ditahan) akan berlaku sebagai perlindungan (buffer) bagi kreditor. Sebenarnya, kreditor akan lebih mendasarkan keputusannya pada total sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh laba, dan kebijakan keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis.

Selain itu ada yang menyatakan bahwa modal saham dan modal setoran lain merupakan komponen yang harus dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah rupiahnya harus ditotal untuk menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi, harus dibedakan dengan tegas antara modal setoran dengan laba ditahan. Selanjutnya ditegaskan bahwa secara ekonomik bukanlah modal yuridis yang menjadi batas perlindungan tetapi justru laba ditahanlah yang merupakan penyangga umum (general purpose buffer) untuk segala kemungkinan rugi dan hal-hal bersyarat lainnya.

Modal saham yuridis (legal capital) dapat disajikan sebagai suatu rincian di bawah judul “modal setoran total.”Oleh karena itu, neraca akan menjadi kurang informatif kalau komponen-komponen modal setoran dipisahkan tetapi tidak ditunjukkan totalnya.

Dengan dasar pikiran di atas, transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid.Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan. Demikian juga,tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal.

PERUBAHAN MODAL SETORAN

Tansaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perubahan dalam modal setoran, modal setoran lain, dan laba ditahan baik secara individual maupun bersamaan. Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi operasi. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:

a. Pemesanan saham (stock subscriptions)
b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds)
c. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar (convertible stock)
d. Dividen saham (stock dividends)
e. Hak beli saham, opsi, dan waran (stock rights, options, and warrant)
f. Saham treasuri (treasury stocks)

PEMESANAN SAHAM

Pada umumnya, pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan penawaran publik perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar (authorized capital stocks). Dengan autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Bila saham telah terjual dan pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham diserahkan kepada pembeli. Atas dasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang diterima perusahaan (kas atau aset lainnya) akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran.

Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham perusahaan harus memesan (to subscribe) lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhi:

(1). Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim  yuridis bagi perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan.
(2). Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup pasti dan tidak terlalu lama.

Syarat (1) menuntut bahwa kesepakatan pemesan merupakan kontrak yang mengikat sehingga menimbulkan piutang pesanan saham (stock sobscription receivable) bagi penerbit yang kalau tidak dipenuhi maka penerbit dapat menuntut secara yuridis untuk dilunasi. Klaim untuk menerima uang yang tidak dapat dibatalkan dilandasi oleh konsep hak-kewajiban tak bersyarat (unconditional right of offsset) yang menyatakan bahwa pihak berkontrak pertama tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak kedua memenuhi apa yang menjadi hak pihak pertama. Dalam hal ini, piutang yang tidak dapat dibatalkan merupakan aset bagi penerbit sehingga modal setoran sebagai “kewajiban” dapat diakui.

Syarat (2) diperlukan agar hak-kewajiban tak bersyarat tidak berlaku sehingga kontrak tidak bersifat eksekutori. Jadi, bila tidak ada kepastian tentang pelaksanaan transaksi penerbitan maka pemesanan tersebut jelas tidak dapat diakui sebagai modal setoran.

Dalam pelaporan, piutang pesanan saham dikontrakan terhadap modal saham pesanan untuk melanjutkan modal setoran yang sesungguhnya. Selisihnya dengan sendirinya merupakan jumlah rupiah yang benar-benar telah disetor.

OBLIGASI TERKONVERSI

Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut digunakan (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoretisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:

1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat penukaran.
2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling obyektif).

Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham dan premium atau diskun modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tersebut. Esensi transaksi tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi modal pemegang saham. Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha (business entity concept) karena kreditor dan pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik sehingga tidak dapat menimbulakan untung atau rugi. 

Alasan yang lain adalah bahwa pada saat obligasi diterbitkan, semua penerimaan kas diperlakukan sebagai utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah rupiah yang melekat pada obligasi sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak tukar dianggap melekat pada obligasi sehingga tidak dapat diukur secara pasti nilainya. Karena hak tukar tidak dapat diukur dengan pasti, nilai buku obligasi murni juga tidak dapat diukur dengan pasti, sehingga laba atau rugi tidak dapat ditentukan kalau harga pasar obligasi dapat ditentukan. Jadi, kepraktisan dan objektivitas pengukuran tidak menghendaki pengakuan untung dan rugi. 

Pendekatan kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung atau rugi. Cara ini dilandasi oleh konsep kesatuan pemilik (proprietary concept). Perubahan dalam penilaian obligasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap modal pemegang saham. Akan tetapi, karena harga pasar obligasi merefleksi pula nilai hak tukar, nilai hak tukar harus ditaksir dan dikeluarkan dari nilai pasar obligasi. Nilai pasar obligasi murni ini kemudian ditandingkan dengan nilai buku obligasi untuk menentukan laba atau rugi yang tepat. Secara konseptual, pengakuan laba atau rugi tidak valid karena konversi ini merupakan transaksi modal bukan operasi. Secara teoretis, transaksi modal tidak menimbulkan pendapatan, laba, atau rubi. 

SAHAM PRIORITAS TERKONVERSI

Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan pertama, nilai nominal saham prioritas plus porsi premium/diskun ditransfer ke modal pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut. Ini berarti bahwa jumlah rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas dianggap sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi premium/diskun juga ikut ditransfer. 

Kalau porsi premium tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas atau istimewa. 

Pendekatan kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba ditahan. Laba ditahan dianggap sebagai penyangga bila ada selisih harga antara dua sekuritas yang dipertukarkan. Cara ini juga dilandasi oleh pendekatan dua transaksi (two transaction approach) yaitu konversi dianggap sebagai transaksi penebusan kembali saham prioritas (sehingga sebagian dari harga penebusan yang melebihi nilai buku dianggap sebagai distribusi laba ditahan) dan transaksi penjualan saham biasa baru dengan harga pasar yang berlaku. Karena hak tukar melekat pada saham prioritas pada waktu diterbikan, perlukuan konversi sebagai satu transaksi (one transaction approach) seperti pendekatan pertama akan lebih logis. 

DIVIDEN SAHAM

Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya meruakan pecahan dari nilai nominal saham semula. Bila perusahaan mendistribusi dividen saham 20% tanpa disertai kapitalisasi, perusahaan sebenarnya telah menurunkan nominal per saham menjadi 100/120 dari nilai nominal semula. 

Pembagian dividen saham tanpa kapitalisasi laba ditahan sama saja dengan mempertahankan klasifikasi ekuitas atas dasar sumber. Karena tidak ada kapitalisasi laba ditahan, masalah penilaian tidak timbul. Dari sudut pandang perusahaan, yang terjadi adalah saham beredar menjadi lebih ada perubahan modal setoran dan laba ditahan sehingga nominal per lembar saham akan turun. Perusahaan tidak perlu melakukan penjurnalan apapun dan cukup mengungkapkan informasi dalam penjelasan atas statement keuangan. 

Bila reklasifikasi ekuitas yang menjadi tujuan pembagian dividen saham dan nominal per saham dipertahankan, tambahnya saham yang beredar bukan lagi merupakan pemecahan nominal saham tetapi benar-benar meruakan dividen saham. Pembagian dividen saham ini akan menimbulkan masalah penilaian untuk kapitalisasai laba ditahan dan masalah pengungkapan yang memadai.

KARAKTERISTIK DIVIDEN SAHAM

Bagi pemegang saham, dividen saham bukan merupakan pendapatan atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya.

Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada transfer kemakmuran (wealth) ke pemegang saham.

Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura karena menaikkan nilai investasi, pendapatan tersebut belum terrealisasi bila belum dijual oleh penerimanya.Investasi naik karena dividen saham dapat dijual atau kalau tidak dijual penerima berhak menerima dividen tunai di masa datang atas saham tersebut.

Argumen lain didasarkan atas konsep kesatuan usaha.Dengan konsep ini, laba ditahan dipandang sebagai bagian dari modal pemegang saham. Kalau perusahaan memperoleh laba maka modal pemegang saham juga akan naik dengan jumlah yang sama. Ini berarti kemakmuran pemegang saham juga naik. Oleh karena itu, dividen saham atau dividen kas sebenarnya bukan merupakan pendapatan atau laba bagi pemegang saham karena pada saat dividen tersebut dibagikan kemakmuran pemegang saham tidak bertambah lagi. Dividen kas hanya berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kemakmuran pemegang saham benar-benar telah naik secara objektif sebelum dividen. Kalau  laba ditahan dianggap sebagai ekuitas yang terpisah sehingga ekuitas pemegang saham hanya terdiri atas modal setoran, dividen saham atau kas merupakan pendapatan atau laba bagi pemegang saham karena mereka memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak dipunyai. Dividen saham akan menaikkan modal setoran dengan cara transfer dari ekuitas perusahaan ke ekuitas pemegang saham.

Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya.Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba pemilik. Oleh karena itu,dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya.sehingga tidak ada tambahan kemakmuran. Dividen sahan juga bukan merupakan laba tetapi sekedar reklasifikasi ekuitas.

Post a Comment

Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap

Lebih baru Lebih lama