Facebook SDK

Kinerja dapat diniliai dengan menggunakan beberapa metode. Dalam gambar 2.1, beragam metode dikategorikan dalam empat kelompok. Dalam seksi ini, setelah mendeskripsikan masing-masing metode, akan ada diskusi yang mempertimbangkan suatu kombinasi dari metode-metode yang ada. Kombinasi kadang muncul diantara pekerjaan-pekerjaan berbeda dalam organisasi yang sama dan bahkan dalam pekerjaan yang sama jika memang tepat.


Contoh Skala Rating Grafik untuk kuantitas Kerja
E. Kuantitas  Dalam menetapkan rating kuantitas kerja, berikan pertimbangan seksama kepada hal-hal seperti jumlah kerja yang dihasilkan dalam bentuk jabatan tertentu, lamaran karyawan terhadap jabatan itu, pengaruhn karyawan pada alur kerja umum, dan kemampuan mengangani tugas-tugas tertentu.  Bagi penyelia, kuantitas kerja juga meliputi kemampuan menyelesaikan pekerjaan.  Nilainya sebagai berikut: buruk, 1 sampai 6 poin; rata-rata 7 sampai 18 poin; bagus ,19 sampai 25 poin.
baca point sebelumnya : Penilaian Karyawan Secara Individual Oleh Atasan

 Metode Penilaian Kategori

Metode yang paling sederhana dalam penilaina kinerja adalah metode penilaian kategori, yang meminta para manajer memberi nilai untuk tingkat-tingkat kinerja karyawan dalam formulir khusus yang dibagi dalam ketegori kinerja. Skala penilaian grafik dan daftar periksa (checklist) merupakan cara umum dalam metode penilaian kategori.

Skala Penilaian Grafik. Skala penilaian grafik memungkinkan penilai untuk memberikan nilai terhadap kinerja karyawan secara kontinyu. Gambar 12-8 menunjukkan suatu formulir skala penilaian grafik yang digunakan oleh para manajer untuk menilai karyawannya. Penilai memeriksa penilaian yang pantas dalam skala itu untuk setiap pekerjaan yang didata. Detail yang lebih banyak ditambahkan di dalam kolom komentar yang mengikuti setiap faktor yang dinilai.

Sebenarnya ada dua tipe skala penilaian grafik yang digunakan saat ini. Kadang-kadang keduanya digunakan untuk menilai orang yang sama. Jenis pertama dan yang paling umum digunakan adalah mendata seluruh kriteria pekerjaan (kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan). Jenis kedua lebih bersifat perilaku, dengan perilkau spesifik didata dan efektivitasnya dari masing-masing perilaku yang dinilai.

Jelas ada beberapa kelemahan dalam skala penilaian grafik. Kadangkala, ciri dan faktor yang terpisah dijadikan dalam satu kelompok, dan penilai diberikan hanya satu kotak untuk diperiksa. Kelemahan yang lainnya adalah kata-kata deskriptif yang digunakan dalam skala ini bisa memiliki arti yang berbeda-beda untuk masing-masing penilai. Istilah inisiatif dan kerja sama merupakan sumber dari banyak interpretasi, khususnya jika ditambahkan dengan kata keterangan seperti istimewa, rata-rata, dan buruk.

Skala penilaian grafik dalam beberapa bentuk secara meluas karena mudah dikembangkan, tetapi mereka mendorong banyak timbulnya kesalahan dari pihak penilai, yang mungkin saja menjadi tergantung secara berlebihan pada bentuk formulirnya itu sendiri dan bukannya untuk mendefinisikan kinerja. Baik skal penilaian grafik maupun daftar periksa cenderung terlalu menekankan pada instrumen penilaian itu sendiri dan keterbatasan-keterbatasannya. Sejauh ini, jika penilaian tersebut untuk mencocokkan orang dengan pekerjaan yang sedang dinilai, maka hal ini bisa berjalan dengan baik. Namun demikian, jika instrumen itu tidak cocok, para manajer yang menggunakannya sering mengeluhkan tentang “formulir penilaian”.

Daftar periksa. Daftar periksa (checklist) terdiri dari daftar kalimat atau kata-kata. Penilai memeriksa kalimat-kalimat yang paling mewakili karakter dan kinerja karyawan. Barikut adalah kalimat daftar periksa yang umum digunakan:
________dapat diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
________jarang bersedia untuk kerja lembur
________kerja sama dan penolong
________menerima kritikan
________mempunyai dorongan untuk peningkatan diri.

Daftar periksa dapat dimodifikasi sehingga bobot yang berbeda-beda dapat diterapkan pada kalimat-kalimat atau kata-kata yang ada. Hasilnya dapat dikuantitaskan. Biasanya, bobot tidak diketahui oleh atasan penilai karena biasanya ditabulasikan oleh orang lain, seperti anggota unit Sumber Daya Manusia.

Ada beberapa kesulitan dengan daftar periksa ini: (1) seperti skala penilaian grafik, kata-kata atau kalimat bisa memiliki arti yang berbeda pada masing-masing penilai, (2) penilai tidak bisa membedakan hasil penilaian jika daftar periksa yang diberi bobot ini digunakan, dan (3) penilai tidak menerapkan bobot ini kepada faktor-faktor yang dinilai. Kesulitan-kesulitan ini membatasi penggunaan informasi ketika penilai mendiskusikan daftar periksan ini dengan karyawannya, menciptakan batasan/hambatan untuk terciptanya konseling pengembangan yang efektif.
Evaluasi Kinerja : Mengidentifikasikan Dan Mengukur Kinerja Karyawan

Metode Perbandingan

Metode perbandingan menuntut para manajer untuk secara langsung membandingkan kinerja karyawan mereka satu sama lain. Sebagai contoh, seorang operator pemasukan data akan dibandingkan dengan para operator lainnya oleh atasannya. Teknik perbandingan ini mencakup antara lain pemberian peringkat, perbandingan berpasangan, atau distribusi yang normal.

Pemberian peringkat. Metode pemberian peringkat terdiri dari daftar seluruh karyawan dari yang tertinggi sampai yang terendah dalam kinerjanya. Kelemahan utama metode pemberian peringkat ini adalah ukuran perbedaan antara individu-individu tidak didefinisikan secara jelas. Sebagai contoh, mungkin saja ada perbedaan kecil dalam kinerja antara orang yang mendapat peringkat kedua dan ketiga, tetap ada perbedaan yang besar antara individu yang berperingkat ketiga dan keempat. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memberikan poin untuk menandakan besarnya perbedaan (gap). Pemberian peringkat juga berarti bahwa seseorang harus ada yang posisinya paling bawah. Mungkin saja individu dengan peringkat terakhir dari satu kelompok akan menjadi karyawan terbaik di kelompok yang berbeda. Lebih jauh lagi, pemberian peringkat akan manjadi suliat jika kelompok yang dinilai sangat besar.

Distribusi normal. Distribusi normal adalah teknik mendistribusikan penilaian yang dapat digeneralisasi dengan metode-metode yang lainnya. Akan tetapi, hal ini juga menuntut perbandingan antara orang-orang dalam suatu kelompok kerja dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Dengan metode distribusi normal, nilai kinerja karyawan didistribusikan dalam suatu kurva berbentuk bel. Dengan menggunakan metode ini, seorang kepala perawat akan memberi peringkat terhadap seluruh anggota perawat dalam sebuah skala, menempatkan persentase karyawan tertentu untuk masing-masing tingkatan kinerja. 

Metode ini mengasumsikan bahwa kurva yang dikenal luas sebagai kurva bentuk bel ini betul-betul ada dalam suatu kelompok. Pada kenyataannya, secara umum, distribusi dari nilai kinerja karyawan ini tidak secara persis terdistribusi secara normal dalam kurva berbentuk bel ini. Adalah umum bahwa sekitar 60% hingga 70% dari tenaga kerja dalam suatu organisasi mendapatkan penilaian dalam dua tingkatan yang terbaik. Pola ini dapat merefleksikan kinerja yang luar biasa dari para karyawan, atau ini dapat merefleksikan adanya bias kemurahan hati, yang telah didiskusikan dalam bab ini.

Ada beberapa kelemahan untuk metode distribusi normal ini. Satu permasalahan adalah bahwa seorang atasan mungkin saja menentang penempatan seorang individu dalam peringkat yang terendah (atau yang tertinggi) dalam kelompoknya. Kesulitan bisa muncul ketika penilai harus menjelaskan kepada karyawannya mengapa dia ditempatkan dalam satu kelompok dan yang lebih kecil, mungkin tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa kurva berbentuk normal dari kinerja karyawan ini benar-benar ada. Pada akhirnya, dalam beberapa kasus para manajer mungkin merasa dipaksa untuk membuat batasan diantara para karyawannya; padahal mungkin saja batasan atau perbedaan itu sebenarnya tidak ada.

Metode Naratif

Para manajer dan spesialis Sumber Daya Manusia kadang-kadang diminta untuk memberikan informasi penilaian tertulis. Dokumentasi merupakan inti dari metode kejadian kritis, esai, dan metode tinjauan lapangan. Catatan-catatan ini lebih mendeskripsikan tindakan karyawan daripada mengindikasikan suatu penilaian yang sebenarnya.

Kejadian yang kritis. Dalam metode kejadian kritis, manajer membuat catatan tertulis baik untuk tindakan karyawan yang baik maupun tindakan yang diharapkan dalam kinerja karyawan. Ketika “kejadian kritis” yang melibatkan karyawan muncul, maka si manajer segera mencatatnya. Suatu daftar dari kejadian kritis ini akan disimpan selama periode waktu penilaian untuk masing-masing karyawan. Metode kejadian kritis ini daripada digunakan bersama dengan metode lainnya untuk mendokumenkan alasan mengapa seorang karyawan dinilai dengan cara tertentu.

Metode kejadian kritis ini memiliki beberapa aspek yang tidak menyenangkan. Pertama, apa yang termasuk dalam kejadian kritis ini tidak  terdefinisikan secara sama oleh setiap manajer. Berikutnya, membuat catatan mingguan atau harian untuk setiap kinerja karyawan dapat cukup menyita waktu. Lebih auh lagi, para karyawan dapat menjadi terlalu meng khawatirkan tentang apa yang dituliskan atasan dan mulai takut terhadp “buku hitam” manajer ini.

Esai. Metode penilaian esai, atau “bentuk berkas” menurut seorang manajer untuk menuliskan suatu esai pendek yang mendeskripsikan kinerja kerja setiap karyawannya selama periode waktu penilaian. Penilai biasanya diberikan beberapa judul untuk mengkategorikan komentar-komentar yang diberikan. Tujuannya adalah untuk memungkinkan penilai lebih fleksibel daripada dengan metode yang lainnya. Sebagai hasilnya, esai terkadang dikombinasikan dengan metode yang lainnya.

Tinjauan Lapangan. Tujuan lapangan lebih banyak terkait dengan siapa yang melaksanakan evaluasinya ketika metode inimdigunakan. Pendekatan ini dapat melibatkan departemen Sumber Daya Manusia sebagai peninjau, atau peninjau dari lar organisasi. Dalam tinjauan lapangan, peninjau dari luar ini menjadi partner yang aktif dalam proses penilaian. Pihak luar ini mewancarai si manajer tentang kinerja setiap karyawannya, dan mengumpulkan catatan-catatan dari setiap wawancara kedalam suatu penilaian bagi si karyawan. Kemudian penilaian ini akan ditinjau oleh atasan untuk perubahan yang mungkin diperlukan. Metode ini mengasumsikan bahwa pihak luar cukup tahu tentang kondisi pekerjaan untuk memberitahu atasan dalam memberikan penilaian yang lebih akurat dan lenih menyeluruh.

Keterbatasan utama dari tinjauan lapangan ini adalah bahwa pihak luar mempunyai kontrol yang cukup besar terhadap proses penilaian. Walaupun kontrol ini mungkin lebih disukai dari satu sudut panjang, para manajer bisa saja melihatnya sebagai tantangan terhadap otoritas mereka. Sebagai tambahan, tinjauan lapangan dapat menyita waktu, khususnya jika jumlah besar karyawan harus dinilai.
Evaluasi Kinerja dari Perspektif Sumber Daya Manusia

Metode Tujuan/Perilaku

Dalam usaha untuk mengatasi beberapa kesulitan dari metode-metode yang baru saja dijelaskan, beberapa perilaku yang berbeda juga sudah digunakan. Pendekatan perilaku ini cukup menjanjikan untuk beberapa situasi dalam usaha mengatasi beberapa persoalan dalam metode lainnya.

Pendekatan Penilaian Perilaku. Pendekatan penilaian perilaku berusaha untuk mengukur perilaku karyawan dan bukannya karakteristik lainnya. Beberapa dari pendekatan perilaku yang berbeda-beda adalah skala penilaianyg berdasarkan perilaku (BARS- behavioral anchored rating scales), skala observasi perilaku (BOS- behavioral observation scales), dan skala harapan terhadap perilaku (BES- behavioral espectation scales). BARS mencocokkan deskripsi dari perilaku yang munkin dengan apa yang biasa ditampilkan karyawan. BOS digunakan untuk menghitung berapa kali suatu perilaku ditampilkan. BES mengurutkan perilaku dalam suati garis kontinu untuk menggambarkan istimewa, rata-rata dan kinerja yang tidak dapat diterima. BARS dikembangkan pertama kali dan digunakan disinisbg contoh pendekatan perilaku.

Pendekatan penilaian perilaku menggambarkan contoh-contoh perilaku pekerjaan karyawan. Contohj-contoh ini kemudian “dijangkarkan” atau diukur, dibandingkan dengan suatu skala tingkatan perilaku. Gambar dibawah menunjukkan suatu skala observasi perilaku yang menilai keterampilan pelayanan konsumen. Apa yang menjadikan suatu tingkatan kinerja yang berbeda-beda didefinisikan secara jelas dalam gambar ini. Menyebutkan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan setiap tingkatan tingkah laku menolong untuk meminimalkan beberapa persoalan yang disebutkan sebelum ini untuk pendekatan-pendekatan yang lain.
Ketrampilan Pelayanan Konsumen
Contoh-contoh perilaku dari seorang perwakilan pelayanan konsumen yang sedang menerima pesanan untuk katalog nasional pedagang retail.

Menyusun Skala Perilaku. Menyusun skala perilaku dimulai dengan mengidentifikasikan dimensi-dimensi pekerjaan yang penting. Dimensi-dimensi ini merupakan faktor kinerja yang paling penting dalam deskripsi pekerjaan di karyawan. Sebagai contoh, untuk seorang dosen di akademi, dimensi pekerjaan yang utama yang berhubungan dengan kegiatan mengajar adalah (a) organisasi kursus, (b) sikap terhadap siswa, (c) perlakuan yang adil, dan (d) kompetensi dalam subjek yang menjadi bidangnya.

Kalimat pendek, sama dengan kejadian yang kritis diatas, dikembangkan untuk mendeskripsikan baik perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Kemudian aspek-aspek tersebut “diartikan kembali”, atau ditetapkan kedalam salah satu dari dimensi-dimensi pekerjaan. Tugas ini biasanya merupakan proyek kelompok, dan penetapan kedalam dimensi biasanya menuntut kesepakatan antara 60% sampai 70% dari kelompok. Kelompok ini, terdiri dari orang-orang yang sangat kenal dengan pekerjaan, kemudian menetapkan masing-masing “jangkar” sebuah angka, untuk menggambarkan seberapa baik atau buruk suatu perilaku. Ketika diberi angka tadi, jangkar-jangkar ini kemudian dimasukkan dalam sebuah skala. Gambar 12-11 menunjukkan alur diagram untuk membentuk jangkar perilaku.

Contoh skala rating yang diberi bobot menurut perilaku untuk satu dimensi kinerja seorang Asisten Pinjaman Korporat

Proses Pengembangan untuk Jangkar Perilaku

Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan pendekatan perilaku yang harus dipertimbangkan. Pertama, membangun dan mempertahankan skala penilaian dengan jangkar perilaku menuntut usaha dan waktu yang sangat besar. Sebagai tambahan, beberapa bentuk penilaian dibutuhkan untuk mengakomodasi beberapa jenis pekerjaan didalam organisasi. Dalam rumah sakit, perawat, ahli gizi, dan karyawan admisi memiliki pekerjaan yang berbeda; bentuk BARS yang terpisah perlu dikembangkan untuk masing-masing pekerjaan yang berbeda. 

Contoh butir-butir Skala Pengamatan Perilaku bagi Seorang Mekanis Pemeliharaan

Manajemen dengan Tujuan 

Manajemen dengan tujuan (management by objectives-MBO) mengkhususkan pada tujuan kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan yang ditetapkan oleh masing-masing manajer dikumpulkan untuk menjadi sasaran dan tujuan menyeluruh dari organisasi, meskipun MBO tidak boleh menjadi tujuan tersamar dari para atasan yang ingin mendiktekan tujuan dari si manajer atau karyawan itu sendiri. Meskipun tidak dibatasi pada penilaian untuk manajer saja, MBO lebih sering digiunakan untuk tujuan ini. Nama lainnya untuk MBO antara lain penilaian hasil, target-pembinaan, perencanaan dan tinjauan kerja, tujuan kinerja, dan penetapan tujuan bersama.

Pemikiran Kunci MBO. Ada tiga asumsi kunci yang menggarisbawahi sistem penilaian MBO ini. Pertama, jika seorang karyawan dilibatkan dalam perencanaan dan penetapan tujuan dan menetapkan suatu ukuran, hasilnya mungkin adalah tingkat komitmen dan kinerja yang lebih tinggi.

Kedua, jika tujuan diidentifikasikan secara jelas dan tepat, seorang karyawan akan melaksanakan pekerjaannya secara lebih baik dalam mencapai hasil-hasil yang diharapkan. Ambiguitas dan kebingungan – sehingga menjadi suatu kinerja yang kurang efektif – dapat terjadi jika pihak atasan menentukan tujuan-tujuan untuk si individu. Dengan menetapkan tujuannya sendiri, si karyawan mendapatkan pemahaman yang akurat tentang apa-apa yang diharapkan. 

Ketiga, tujuan kinerja harus dapat diukur dan menggambarkan hasil. Istilah umum yang kabur seperti “inisiatif” dan “kerja sama”, yang umum digunakan dalam penilaian dari atasan, haruslah dihindari. Tujuan-tujuan terdiri dari spesifik yang diambil atau pekerjaan yang harus diselesaikan. Contoh dari tujuan-tujuan ini antara lain : 
  • Memberikan laporan per wilayah dari penjualan pada setiap bulan yang kelima.
  • Mendapatkan order dari sedikitnya lima konsumen setiap bulannya.
  • Mendapatkan biaya gaji sebesar 10% dari total volume penjualan.
  • Mendapatkan biaya kerugian kurang dari 5%.
  • Mengisi seluruh lowongan di organisasi dalam waktu 30 hari setelah pembukaan.

Proses MBO. Mengimplementasikan sistem penilaian diri sendiri yang terarah, dengan menggunakan sistem MBO merupakan proses dengan empat tahapan. Tahap-tahap ini akan didiskusikan berikut ini : 
  1. Tinjauan pekerjaan dan kesepakatan. Si karyawan dan atasannya meninjau deskripsi pekerjaan dan kegiatan kunci dari pekerjaan si karyawan. Dasar pemikirannya adalah untuk sepakat dalam bentuk pekerjaan yang pasti.
  2. Pengembangan standar kinerja. Standar kinerja yang spesifik harus dibangun secara bersama-sama. Dalam tahapan ini, tingkat kinerja yang memuaskan yang spesifik dan terukur haruslah ditetapkan. Sebagai contoh, jumlah penjualan lima mobil dalam sebulan mungkin bisa menjadi standar kinerja yang layak untuk seorang tenaga penjual.
  3. Penetapan tujuan yang terarah. Tujuan-tujuan ditetapkan oleh karyawan harus sejalan dengan dan diarahkan oleh, pihak atasa. Bagi seorang tenaga penjualan mobil, tujuannya mungkin adalah untuk meningkatkan kinerja, seorang karyawan mungkin akan menetapkan suatu tujuan baru yaitu menjual enam mobil sebulannya. Catat bahwa penetapan tujuan itu mungkin berbeda dengan standar kinerja. Tujuan-tujuan ini harus dapat dicapai secara realistis.
  4. Diskusi kinerja yang berkelanjutan. Karyawan dan atasannya menggunakan tujuan-tujuan sebagai dasar dari suatu diskusi yang berkelanjutan mengenai kinerja si karyawan. Meskipun tinjauan formal mungkin dijadwalkan, karyawan dan manajernya tidaklah harus menunggu hingga waktu yang telah dijadwalkan tadi untuk mendiskusikan kinerja karyawan. Tujuan-tujuan dimodifikasi secara bersama-sama dan perkembangannya didiskusikan dalam periode tadi.

Kritik terhadap MBO. Tidak ada suatu alat manajemen yang sempurna, dan tentunya MBO juga tidak selalu tepat untuk keseluruhan karyawan didalam organisasi. Pekerjaan dengan fleksibilitas yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak cocok dengan MBO ini. Sebagai contoh, pekerja dalam lini perakitan (seperti dalam pabrik) biasanya memiliki fleksibilitas pekerjaan yang sedikit sehingga standar kinerja dan tujuan-tujuannya telah ditetapkan sebelumnya. Proses MBO tampaknya paling bermanfaat untuk personel manajerial dan karyawan yang memiliki ruang fleksibilitas dan wewenang yang cukup luas terhadap pekerjaannya. Ketika dihadapkan dengan suatu sistem manajemen yang kaku dan otoriter, MBO mungkin bisa gagal. Penekanan yang ekstrem pada hukuman untuk tidak tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan akan mengalahkan perkembangan dan sifat partisipatif dari MBO.

Kombinasi dari Metode-Metode

Tidak ada satu metode penilaian yang terbaik. Sebenarnya, penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan tidak mengubah akurasi atau mengatasi kesalahan dari penilaian. Sistem pengukuran kinerja yang menggunakan kombinasi dari metode-metode yang sedang berjalan adalah dimungkinkan, dan bisa cukup beralasan untuk kondisi-kondisi tertentu. Pertimbangkan sautu kombinasi untuk mengimbangi keuntungan dan kerugian berikut ini. Metode penilaian kategori mudah untuk dikembangkan, tetapi biasanya tidak berperan banyak dalam mengukur antar penilai menjadi lebih baik lagi. Pendekatan perbandingan membantu mengurangi “tingkat toleransi”, kecenderungan yang terpusat, dan kesalahan dari kekakuan, yang membuat metode ini bermanfaat untuk keputusan administratif seperti kenaikan gaji. Akan tetapi, pendekatan perbandingan ini tidak baik dalam menghubungkan kinerja karyawan dengan tujuan organisasi, dan tidak memberikan umpan balik bagi peningkatan karyawan seperti pada metode yang lainnya.

Metode naratif adalah paling baik bagi peningkatan karyawan, karena secara potensial menggeneralisasi lebih banyak informasi umpan balik. Namun demikian, tanpa adanya definisi yang baik dari kriteria dan standar yang digunakan, metode ini dapat menjadi tidak terstruktur, sehingga menjadi tidak bernilai. Juga, metode ini lemah jika digunakan untuk tujuan administratif. Pendekatan tujuan/perilaku adalah baik untuk menghubungkan antara kinerja karyawan dengan tujuan organisasi, tetapi keduanya memakan waktu dengan tenaga yang lebih untuk mendefinisikan harapan dan menjelaskan prosesnya kepada karyawan. Pendekatan ini mungkin tidak tepat untuk karyawan pada tingkat yang lebih rendah.

Ketika manajer mengartikulasikan apa yang mereka inginkan untuk dicapai oleh sebuah sistem penilaian kinerja karyawan, mereka dapat memilih dan/atau menyatukan beberapa metode untuk mendapatkan sebuah kombinasi dari keuntungan-keuntungan yang diinginkan. Sebagai contoh, salah satu kombinasi mungkin antara lain menggunakan skala grafik untuk kriteria pekerjaan yang utama, metode naratif untuk tujuan pengembangan karyawan, dan keseluruhan peringkat karyawan didalam satu departemen. Kategori yang berbeda-beda dari karyawan (antara lain, gaji yang mendapat pengecualian, gaji yang tidak mendapat pengecualian, dan pemeliharaan) mungkin membutuhkan kombinasi yang berbeda.

Contoh butir-butir Skala Standar Campuran untuk Pemeriksa Toko Grosir

Nama :__________________________  Penilai :_____________________________
Toko ___________________________Tanggal :_____________________________

Berilah tanda untuk masing-masing pernyataan yang dinomori ini dengan salah satu dari tanda berikut:
+ menunjukkan pemeriksa berkinerja lebih baik dibandingkan pernyataan ini
0 menunjukkan pemeriksa berkinerja sama persis dengan pernyataan ini.

___1.  Datang kerja terlambat satu shift dalam seminggu (L)
___2. Rata-rata menyelesaikan 23 jenis barang dalam satu menit saat memeriksa barang
          (P)
___3.  Ketika bisnis seret, bergerombol di tempat pemeriksaan dan bercakap-cakap de-
           ngan pemeriksa lain (M)
___4.  Datang kerja terlambat sekali dalam sebulan (L)
___5.  Ketika bisnis seret, membersihkan tempat pemeriksaan , membantu mengisi per-
           sediaan yang telah menipis, atau mengerjakan tugas-tugas  lain (M)
___6.  Rata-rata menyelesaikan 18 jenis barang dalam satu menit saat memeriksa barang
           (P)
___7.  Datang kerja terlambat 2 shift dalam seminggu.
___8.  Rata-rata menyelesaikan 36 jenis barang dalam Satu menit bila memeriksa barang 
           (P)
___9.  Ketika bisnis seret , membersihkan tempat pemeriksaan.

Catatan : (L) = keterlambatan;   (P) = pemeriksaan;  (M=pemeliharaan)


        Menurut Michel Kelly dalam Geoge T ilkovich dan John W. Boudreau (1988) tidak ada teknik penilaian tunggal yang benar-beenar tepat dalam pelaksanaan penilaian kinerja.  Pada dasarnya penilaian kinerja tergantung pada sifat dari pekerjaannya itu sendiri dari suatu pekerjaan yang biasa-biasa saja sampai pada pekerjaan yang memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak dapat dinilai secara biasa antara lain yang berkaitan dengan perilaku pekerjaan yang sangat tidak spesifik.Gambar 5-7 menunjukkan suatu ringkasan beberapa penilaian kinerja yang dapat dilaksanakan pada berbagai sifat pekerjaan.Prosedur evaluasi berbasis perilaku yang ditentukan dengan kriteria kinerja spesifik hanya tepat untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat rutin.  Skala rating jangkar perilaku menentukan harapan kinerja spesifik dan bersifat spesifik tingkat yang berbeda dari kinerja karyawan.

     Lebih lanjut apabila pekerjaan menjadi satu hal yang kurang rutin, ini menjadi lebih sukar dalam menentukan perilaku spesifik yang harus terjadi untuk men-capai sasaran, dari pada berbagai perilaku yang mungkin dan terpilih untuk mencapai sasaran.

Post a Comment

Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap

Lebih baru Lebih lama